WELCOME TO ZHEE'S BLOG

Senin, 20 Oktober 2014

Tugas 2

Jenis-jenis silogisme
1. silogisme katagorial
2. silogisme hipotetik
3. silogisme alternatif
4. entimen
5. silogisme disjungtif
Dari berbagai jenis silogisme diatas, memiliki arti yang berbeda, yang pertama yaitu :
1. Silogisme katagorial
Silogisme ini merupakan silogisme dimana semua proporsinya merupakan katagorial. Kemudian proporsisi yang mengandung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek).
Contoh :
- semua makhluk hidup pasti mati (premis mayor/premis umum)
- koala adalah hewan yang dilindungi (premis minor/premis khusus)
- koala pasti akan mati (konklusi/kesimpulan)
2. Silogisme hipotetik
Yang dimaksud dengan silogisme hipotetik itu adalah suatu argumen/pendapat yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
Contoh :
- Apabila lapar saya makan roti (mayor)
- Sekarang lapar (minor)
- Saya lapar makan roti (konklusi)
3. Silogisme alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif itu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.
Contoh :
- Dimas tinggal di bogor atau surabaya
- Dimas tinggal di surabaya
- Jadi, dimas tidak tinggal di bogor
4. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulannya.
Contoh:
- Jodi berhak mendapatkan peringkat satu karena dia telah berusaha keras dalam belajar.
- Jodi telah berusaha keras dalam belajar, karena itu jodi layak mendapatkan peringkat satu.
5. Silogisme disjungtif
Silogisme disjungtif merupakan silogisme yang premis mayornya merupakan disjungtif, sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Contoh :
- Devan masuk sekolah atau tidak. (premis 1)
- Ternyata devan tidak masuk sekolah. (premis 2)
- Ia tidak masuk sekolah. (konklusi).

Sabtu, 04 Oktober 2014

Tugas 1

1. A. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

B. Proposisi adalah suatu ekspresi verbal dari keputusan yang berisi pengakuan atau pengingkaran sesuatu predikat terhadap suatu yang lain, yang dapat dinilai bener atau salah.


C. Implikasi adalah Pada dasarnya implikasi bisa kita definisikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi atas temuan hasil suatu penelitian. Akan tetapi secara bahasa memiliki arti sesuatu yang telah tersimpul di dalamnya. Di dalam konteks penelitian sendiri, implikasi bisa di lihat. Apabila dalam sebuah penelitian kita mempunyai kesimpulan misalnya "A", "Manusia itu bernafas". Maka "Manusia itu bernafas" yang kita sebut dengan implikasi penelitian. Untuk contohnya, dalam hasil penelitian kita menemukan bahwa siswa yang di ajar dengan metode "A" lebih kreatif serta memiliki skill yang lebih baik.

Minggu, 08 Juni 2014

Tugas 3 Hak Perlindungan Konsumen




<iframe src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/35615773" width="476" height="400" frameborder="0" marginwidth="0" marginheight="0" scrolling="no"></iframe>


Disusun Oleh :
  1. Annisa Puspanira                    (20212971)
  2. Yosi Krista Agnesti                 (27212875)

Kelas   : 2EB14
 

Jumat, 23 Mei 2014

OBSERVASI



Tugas Pengantar Akuntansi 2




Nama : Yosi Krista Agnesti
NPM : 27212875
Kelas : 1EB02



Tugas Observasi
“TOKO JOKO”
Alamat : Jl. Panca Warga 06 No: 02 RT : 09 RW : 01 Cipingan Besar Selatan, Jatinegara Jakarta Timur

MIKRO EKONOMI



MAKALAH TEORI EKONOMI 2
''PEREKONOMIAN MAKRO''


DI SUSUN OLEH :
YOSI KRISTA AGNESTI
KELAS : 2EB14


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
DEPOK 

Sabtu, 22 Maret 2014

Hukum Perdata

Contoh Kasus Hukum Perdata:
1. A menitipkan Handphone pada B selama 1 bulan dan akan diambil kembali pada tanggal 10 Januari 2011. B setuju akan perjanjian itu. Ternyata seminggu setelah itu, Handphone dijual B pada pihak lain. Pada saat tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10 Januari 2011. B mengembalikan Handphone itu dengan Handphone lain yang harganya separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah A tetap menerima Handphone itu setalah B berjanji akan memberikan Handphone pengganti yang asli seminggu kemudian. Ternyata seminggu kemudian B tidak juga memberikan Handphone pengganti. Pada saat awal ketika B menjual Handphone tersebut telah terjadi tindak Pidana. Tetapi ketika A menerima cicilan atau barang pengganti dari B, maka kasus ini termasuk ke dalam kasus perdata.
2. Artis A merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gossip Ibukota karena diberitakan artis A sebagai pengedar da pemakai psikotropika. Karena tidak terima, maka artis A melaporkan tabloid gossip tersebut ke polisi bahwa tabloid gossip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan terhadapa artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gossip tersbut termasuk dalam kasus perdata dan juga bisa pidana.
Contoh Kasus Hukum Pidana
1. 11 Mei 2010 Bupati kulon Progo memberikan izin kegiatan penambangan besi kepada PT Jogja Magaasa Iron di wilayah pesisir selatan kulon Progo. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Daerah tentang RT/RW Kulo Progo 2003-2013 yang menyatakan wilayah pesisir pantai selatan hanya diperuntukkan bagi perikanan dan pertanian. Penambangan besi juga tidak masuk dalam delapan jenis pertambangan yang ada dalam Perda RT/RW tersebut. Pelangggaran terhadap pasal 73 UU 26 tahun 2007, yakni setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menertibkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat(7), dengan pidana penjara paling lama (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000.,00.
Solusi hukum perdata menurut UUD
Ketentuan pidana terkait rumah susun diatur dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 23 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 (UU Nomor 16 Tahun 1985) tentang Rumah Susun.
Pasal 21 ayat (1) UU 16/1985 mengatur sanksi pidana yang berbunyi, barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985 dan Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985 diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000, – (seratus juta rupiah).
Kemudian, pada Pasal 21 ayat (3) UU 16/1985 mengatur sanksi pidana yang berbunyi, barang siapa yang karena kelalaiannya menyebabkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985, dan Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Ketentuan sanksi pidana sebagaimana yang dimaksud Pasal 21 ayat (1) UU 16/1985 dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan. Sedangkan ketentuan sanksi pidana pada Pasal 21 ayat (3) UU 16/1985 dikategorikan sebagai tindak pidana pelanggaran.

Selanjutnya pada Pasal 22 UU 16/1985 mengatur bahwa, selain pidana yang dijatuhkan karena kelalaian sebagaimana yang dimaksud diatas, maka terhadap kelalaian tersebut tetap dibebankan kewajiban untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985, Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985. Kemudian, berdasarkan Pasal 23 UU 16/1985 disebutkan bahwa, Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan UU Nomor 16 Tahun 1985 ini dapat memuat ancaman pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah.