Contoh Kasus Hukum Perdata:
1. A menitipkan
Handphone pada B selama 1 bulan dan akan diambil kembali pada tanggal 10
Januari 2011. B setuju akan perjanjian itu. Ternyata seminggu setelah itu, Handphone
dijual B pada pihak lain. Pada saat tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10
Januari 2011. B mengembalikan Handphone itu dengan Handphone lain yang harganya
separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah A tetap menerima Handphone itu setalah
B berjanji akan memberikan Handphone pengganti yang asli seminggu kemudian.
Ternyata seminggu kemudian B tidak juga memberikan Handphone pengganti. Pada
saat awal ketika B menjual Handphone tersebut telah terjadi tindak Pidana.
Tetapi ketika A menerima cicilan atau barang pengganti dari B, maka kasus ini
termasuk ke dalam kasus perdata.
2. Artis A
merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gossip Ibukota karena
diberitakan artis A sebagai pengedar da pemakai psikotropika. Karena tidak
terima, maka artis A melaporkan tabloid gossip tersebut ke polisi bahwa tabloid
gossip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak
menyenangkan terhadapa artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gossip
tersbut termasuk dalam kasus perdata dan juga bisa pidana.
Contoh Kasus
Hukum Pidana
1. 11 Mei 2010
Bupati kulon Progo memberikan izin kegiatan penambangan besi kepada PT Jogja
Magaasa Iron di wilayah pesisir selatan kulon Progo. Hal itu bertentangan
dengan Peraturan Daerah tentang RT/RW Kulo Progo 2003-2013 yang menyatakan
wilayah pesisir pantai selatan hanya diperuntukkan bagi perikanan dan
pertanian. Penambangan besi juga tidak masuk dalam delapan jenis pertambangan
yang ada dalam Perda RT/RW tersebut. Pelangggaran terhadap pasal 73 UU 26 tahun
2007, yakni setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menertibkan izin
tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat(7), dengan pidana penjara paling lama (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp 500.000.000.,00.
Solusi hukum perdata menurut UUD
Ketentuan
pidana terkait rumah susun diatur dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 23
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 (UU
Nomor 16 Tahun 1985) tentang
Rumah Susun.
Pasal
21 ayat (1) UU 16/1985 mengatur sanksi pidana yang berbunyi, barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985 dan Pasal
18 ayat (1) UU 16/1985 diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10
(sepuluh) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000, – (seratus juta
rupiah).
Kemudian,
pada Pasal 21 ayat (3) UU 16/1985 mengatur sanksi pidana yang berbunyi,
barang siapa yang karena kelalaiannya menyebabkan pelanggaran atas ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985,
dan Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya
1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
Ketentuan sanksi pidana
sebagaimana yang dimaksud Pasal 21 ayat (1) UU 16/1985 dikategorikan sebagai
tindak pidana kejahatan. Sedangkan ketentuan sanksi pidana pada Pasal 21 ayat
(3) UU 16/1985 dikategorikan sebagai tindak pidana pelanggaran.
Selanjutnya pada Pasal 22
UU 16/1985 mengatur bahwa, selain pidana yang dijatuhkan karena kelalaian
sebagaimana yang dimaksud diatas, maka terhadap kelalaian tersebut tetap
dibebankan kewajiban untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985, Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985. Kemudian, berdasarkan Pasal 23 UU 16/1985 disebutkan bahwa,
Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan UU Nomor 16 Tahun 1985 ini dapat
memuat ancaman pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar