WELCOME TO ZHEE'S BLOG

Sabtu, 22 Maret 2014

Hukum Perdata

Contoh Kasus Hukum Perdata:
1. A menitipkan Handphone pada B selama 1 bulan dan akan diambil kembali pada tanggal 10 Januari 2011. B setuju akan perjanjian itu. Ternyata seminggu setelah itu, Handphone dijual B pada pihak lain. Pada saat tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10 Januari 2011. B mengembalikan Handphone itu dengan Handphone lain yang harganya separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah A tetap menerima Handphone itu setalah B berjanji akan memberikan Handphone pengganti yang asli seminggu kemudian. Ternyata seminggu kemudian B tidak juga memberikan Handphone pengganti. Pada saat awal ketika B menjual Handphone tersebut telah terjadi tindak Pidana. Tetapi ketika A menerima cicilan atau barang pengganti dari B, maka kasus ini termasuk ke dalam kasus perdata.
2. Artis A merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gossip Ibukota karena diberitakan artis A sebagai pengedar da pemakai psikotropika. Karena tidak terima, maka artis A melaporkan tabloid gossip tersebut ke polisi bahwa tabloid gossip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan terhadapa artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gossip tersbut termasuk dalam kasus perdata dan juga bisa pidana.
Contoh Kasus Hukum Pidana
1. 11 Mei 2010 Bupati kulon Progo memberikan izin kegiatan penambangan besi kepada PT Jogja Magaasa Iron di wilayah pesisir selatan kulon Progo. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Daerah tentang RT/RW Kulo Progo 2003-2013 yang menyatakan wilayah pesisir pantai selatan hanya diperuntukkan bagi perikanan dan pertanian. Penambangan besi juga tidak masuk dalam delapan jenis pertambangan yang ada dalam Perda RT/RW tersebut. Pelangggaran terhadap pasal 73 UU 26 tahun 2007, yakni setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menertibkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat(7), dengan pidana penjara paling lama (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000.,00.
Solusi hukum perdata menurut UUD
Ketentuan pidana terkait rumah susun diatur dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 23 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 (UU Nomor 16 Tahun 1985) tentang Rumah Susun.
Pasal 21 ayat (1) UU 16/1985 mengatur sanksi pidana yang berbunyi, barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985 dan Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985 diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000, – (seratus juta rupiah).
Kemudian, pada Pasal 21 ayat (3) UU 16/1985 mengatur sanksi pidana yang berbunyi, barang siapa yang karena kelalaiannya menyebabkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985, dan Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Ketentuan sanksi pidana sebagaimana yang dimaksud Pasal 21 ayat (1) UU 16/1985 dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan. Sedangkan ketentuan sanksi pidana pada Pasal 21 ayat (3) UU 16/1985 dikategorikan sebagai tindak pidana pelanggaran.

Selanjutnya pada Pasal 22 UU 16/1985 mengatur bahwa, selain pidana yang dijatuhkan karena kelalaian sebagaimana yang dimaksud diatas, maka terhadap kelalaian tersebut tetap dibebankan kewajiban untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU 16/1985, Pasal 17 ayat (2) UU 16/1985, Pasal 18 ayat (1) UU 16/1985. Kemudian, berdasarkan Pasal 23 UU 16/1985 disebutkan bahwa, Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan UU Nomor 16 Tahun 1985 ini dapat memuat ancaman pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar