DI SUSUN OLEH :
YOSI KRISTA AGNESTI
KELAS : 2EB14
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
DEPOK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat
karunia dan hidayah yang diberikan-Nya, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini yang berjudul “Perekonomian Makro”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah Teori Ekonomi 2.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyalurkan ide dan pikiran dalam penyelesaian
makalah ini.
Akhir kata Penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk mewujudkan kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata Penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk mewujudkan kesempurnaan Makalah ini.
Depok, Mei 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kondisi Krisis Ekonomi yang Dihadapi
oleh Bangsa dan Negara Dewasa ini Sudah lebih dari satu tahun yang lalu,
tepatnya sejak Juli 1997 bangsa Indonesia dilanda krisis moneter, yang kemudian
berkembang menjadi krisis ekonomi bahkan berlanjut menjadi krisis kepercayaan.
Kondisi krisis dengan berbagai dampak negatifnya tersebut, sama sekali berbeda
nuansa dengan masa-masa sebelumnya yang lebih menjanjikan bagi kemajuan bangsa
dan elati. Hal ini, antara lain, dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi selama
kurun waktu 1969 – 1997 yang tidak pernah mengalami penurunan, bahkan laju
pertumbuhannya termasuk paling tinggi di antara elati-negara sedang berkembang.
Berdasarkan harga konstan 1983, naiknya Produk Domestik Bruto (PDB) yang
dijadikan tolok ukur pertumbuhan ekonomi, selama kurun waktu tersebut meningkat
rata-rata sekitar 7 persen, dan pendapatan riil per kapita yang menggambarkan
tingkat kemakmuran bangsa naik sebesar 5 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi tersebut telah dapat mengentaskan berjuta-juta penduduk yang hidup di
bawah garis kemiskinan serta dapat membuka peluang kerja yang makin luas. Lebih
dari itu kapasitas produksi juga berhasil ditingkatkan baik secara fisik,
sarana dan prasarana produksi, maupun dalam bentuk meningkatnya jumlah dan
kualitas sumber daya manusia. Khususnya dalam hal sumber daya manusia,
peningkatan jumlah dan kualitasnya, antara lain, tercermin dari meningkatnya
angka partisipasi di berbagai jenjang pendidikan, serta naiknya tingkat
pendidikan, keterampilan dan penguasaan teknologi para pekerja. Selain itu juga
kesejahteraan penduduk telah meningkat, antara lain, tercermin dari
meningkatnya usia harapan hidup atau menurunnya tingkat mortilitas yang
disertai dengan menurunnya tingkat kelahiran yang disebabkan oleh keberhasilan
program keluarga berencana dan makin tingginya tingkat pendidikan perempuan.
Bahkan, sejak tahun 1980-an penurunan tingkat kelahiran tersebut cenderung
lebih cepat daripada penurunan tingkat mortilitasnya, sehingga laju
pertumbuhanpenduduk cenderung menurun.
Dalam kurun waktu yang lebih dini,
yaitu 1985 – 1997 tampak perekonomian Indonesia mampu tumbuh dengan rata-rata
7,5 persen per tahun dan pendapatan per kapita tumbuh dengan rata-rata 5,8
persen per tahun, sedangkan laju inflasi dapat terkendali pada tingkat kurang
dari 9 persen. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk miskin berhasil diturunkan
hingga mencapai 22,5 juta orang atau tinggal sekitar 11 persen pada tahun 1996.
Sementara itu angkatan kerja yang berkualitas makin banyak dapat ditampung
dalam kegiatan formal sejalan dengan meningkatnya kapasitas produksi. Tambahan
pula depresiasi rupiah terhadap mata uang asing (dolar) relative rendah dan
elativ transaksi berjalan mampu diimbangi dengan surplus transaksi modal,
sehingga cadangan devisa terus meningkat. Bahkan selama periode 1993/94 –
1996/97 anggaran belanja elati berhasil mencapai surplus. Semua keberhasilan
tersebut tidak terlepas dari efektivitas kebijakan deregulasi yang ditempuh
secara berlanjut. Namun di balik keberhasilan yang telah dicapai bangsa
Indonesia sampai dengan pertengahan tahun 1997 tersebut, telah terjadi pula
proses melemahnya daya saing perekonomian nasional, yang diakibatkan, antara
lain, oleh lemahnya kinerja dunia usaha swasta dan lembaga perbankan, termasuk
kelemahan dalam hal pengawasan elati keuangan; peningkatan upah/gaji yang tidak
diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja; dan bermunculannya praktek
monopoli dan elative . Keseluruhan elati tersebut pada gilirannya telah
mengakibatkan bekerjanya perkonomian menjadi tidak efisien.
Kondisi yang demikian telah
menjadikan perkonomian Indonesia kurang mampu bereaksi terhadap berbagai
perubahan yang terjadi di pasar internasional. Krisis ekonomi terjadi di awali
oleh melemahnya secara elativ nilai rupiah, seperti juga nilai elati semua mata
uang regional lainnya.Berbagai kelemahan yang telah dikemukakan di atas telah
memperberat krisis ekonomi di Indonesia, yang dipacu pula oleh situasi politik
yang tidak menentu.
Pembangunan Nasional merupakan
rangkaian kegiatan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa, dan
negara untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang di amanatkan dalam
Undang-Undang dasar 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah indonesia memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta melaksanakan ketertiban dinia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial Negara”.
Pembangunan nasional dilaksanakan
secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk
memicu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang
sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang maju.
Berbagai
macam prospek pembangunan telah dilakukan dari Orde Lama, Orde Baru hingga masa
Reforasi untuk terus mendorong kesejahtraan dan kemajuan bangsa kea rah yang lebih
baik, dalam hal ini pembangunan nasional juga harus dimulai dari,oleh, dan
untuk rakyat, dilaksanakan diberbagai aspek kehidupan bangsa yang meliputi
politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan.
Pembangunan
nasional pada dasarnya sangat membutuhkan kesinergian antara masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam pembangunan dan pemerintah
berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang
menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah harus saling menunjang,
saling mengisi, saling melengkapi dalam memajukan masyarakat dan nasional pada
umumnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud Ekonomi Makro?
2. Bagaimana kondisi perekonomian Indonesia ketika masa reformasi?
3. Bagaimana sejarah ekonomi Indonesia sejak orde lama hingga reformasi?
4. Bagaimana sejarah rencana pembangunan Indonesia di era reformasi?
5. Bagaimana keadaan ekonomi politik Indonesia pasca reformasi?
6. Bagaimana Pertumbuhan Ekonomi Mendatang Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti Ekonomi Makro
2. Untuk mengetahui kondisi perekonomian ketika masa reformasi.
3. Untuk mengetahui sejarah ekonomi Indonesia sejak orde lama hingga reformasi.
4. Untuk mengetahui sejarah rencana pembangunan Indonesia di era reformasi
5. Untuk mengetahui keadaan ekonomi politik Indonesia pasca reformasi
6. Untuk mengetahui Pertumbuhan Ekonomi Mendatang Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah, dijadikan sebagai wacana dan pertimbangan untuk menentukan kebijakan perekonomian di Indonesia untuk masa mendatang.
2. Bagi Masyarakat, dijadikan sebagai wacana dan sumber informasi mengenai perekonomian Negara Indonesia.
3. Bagi Penulis, sebagai wacana, menambah pengetahuan khususnya untuk mahasiswa ekonomi dan untuk melengkapi salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah Ekonomi Makro.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Ekonomi Makro
Ekonomi Makro adalah suatu ilmu yang
mempelajari perilaku perekonomian secara menyeluruh. Analasisis ekonomi makro
memberikan penekanan pada keseluruhan kegiatan perekonomian yang bersifat
global.Makroekonomi membahas isu-isu penting yang selalu dihadapi suatu
perekonomian.
2. Pengertian Era Reformasi
Era Reformasi adalah suatu masa
dimana terjadi perubahan suatu system yang telah ada pada masa itu. Perubahan
ini bertujuan untuk memperbaiki (bidang sosial, politik, atau agama) dalam
suatu masyarakat atau negara, di Indonesia sendiri era reformasi merujuk pada
gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto
atau era setelah orde baru.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Kondisi perekonomian ketika reformasi
Setelah krisis ekonomi pada tahun
1997, maka laju pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi -13,16% pada 1998,
bertumbuh sedikit 0,62% pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik. Laju
pertumbuhan tahunan 1999 – 2005 berturut-turut sebagai berikut 0,62%, 4,6%,
3,83%, 4,38%, 4,88%, 5,13% dan 5,69%. Ekonomi kita bertumbuh dari hanya 0,62%
berangsur membaik pada kisaran 4% antara tahun 2000 s.d. 2003 dan mulai
tahun2004 sudah masuk pada kisaran 5%. Pemerintah pada mulanya menargetkan
pertumbuhan ekonomi 2006 adalah 6,2% tetapi kemudian dalam APBN-P 2006 merubah
targetnya menjadi 5,8%; namun BI memperkirakan laju pertumbuhan 2006 adalah
5,5% lebih rendah dari lajupertumbuhan 2005. Patut diduga bahwa laju
pertumbuhan tahun 2007 akan lebih rendah lagi karena investasi riil tahun 2006
lebih rendah dari tahun 2005. Laju pertumbuhan ekonomi kita dari tahun 1999
s.d. 2005 mencapai ratarata 4,15%. Dari data di atas kelihatannya ekonomi kita
memiliki prospek membaik yaitu terus meningkatnya laju pertumbuhan di masa depan.
Namun apabila diteliti lebih mendalam akan terlihat adanya permasalahan dalam
pertumbuhan ekonomi tersebut. Sektor ekonomi dapat dikelompokkan atas dua
kategori yaitu elati riil dan elati non-riil. Sektor riil adalah elati
penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan, dan elative ditambah
kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawaninternasional. Sektor non-riil
adalah elati lainnya seperti: listrik, bangunan, perdagangan, pengangkutan,
keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan, sosial, perorangan). Kegiatan yang
melayani wisatawan internasional masuk pada beberapa elati non-riil sehingga
tidak dapatdipisahkan. Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor riil bertumbuh 3,33%
sedangkan elati non-riil bertumbuh 5,1%. Pertumbuhan ini adalah pincang karena
semestinya elati non-riil bertumbuh untuk melayani elati riil yang bertumbuh.
Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor pertanian bertumbuh 3,11%, pertambangan
-0,8%, dan elati elative bertumbuh5,12%. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah
dari tahun 2002 s.d. 2005 laju pertumbuhan elati riil cenderung melambat.Hal
ini berarti pertumbuhan ekonomi keseluruhan sejak 2002 adalah karena
pertumbuhan elati non-riil yang melaju 2 kali lipat dari elati riil.Pada 2
tahun terakhir.sektor yang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan,
keuangan, bangunan, dan perdagangan. Pada saat yang sama tingkat pengangguran
terbuka pada mulanya turun tetapi sejak tahun 2002 cenderung naik. Menurut
perhitungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tingkat pengangguran pada
tahun 2004 sebesar 10,3 juta meningkat menjadi 11,2 juta pada tahun 2005 dan
diperkirakan sebesar 12,2 juta pada tahun 2006 (Harian Kompas, tgl. 7 Agustus
2006, hal. 15). Hal ini sangat ironis karena pertumbuhan ekonomi pada kurun
waktu yang sama berada di atas 5%. Persentase orang miskin pada mulanya juga
terus menurun, tetapi sejak tahun 2005 sudah mulai bertambah.Hal ini disebabkan
oleh elati yang bertumbuh itu adalah elati non-riil.Ini adalah kondisi serius
dan perlu dikaji lebih mendalam.
B. Sejarah Ekonomi sejak orde lama hingga reformasi
Seperti yang telah kita ketahui,
elati Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan masa pemerintahan,
Mulai dari pemerintahan orde lama, pemerintahan orde baru, pemerintahan
transisi, pemerintahan reformasi, pemerintahan gotong royong, pemerintahan
elative bersatu.
1. PEMERINTAHAN ORDE LAMA
Selama pemerintahan orde lama,
keadaan perekonomian di elative sangat buruk, walaupun sempat mengalami
pertumbuhan dengan laju rata rata elati 7% pertahun selama elati 1950an. Dan
setelah itu turun elativ menjadi rata rata hanya 1,9% pertahun atu bahkan
nyaris mengalami stagflasi selama 1 tahun. Tahun 1965-1966 laju pertumbuhan
ekonomi masing masing hanya sekitar 0,5%-0,6%.
Adapun kebijakan kebijakan yang diterapkan pemerintah pada era itu diantaranya :
Adapun kebijakan kebijakan yang diterapkan pemerintah pada era itu diantaranya :
a.
Program
Banten ( 1950-1951) tujuan program ini untuk mempersatukan kelompok pribumi
agar bisa mengembangkan aktivtas ekonomi.
b.
Program
urgensi perekonomian (1952-1954) memberikan kesempatan seluas luasnya pada
pengusaha pribumi untuk mengambil alih perusahaan perusahaan VOC•
c.
Program
repelita 1 (1955-1960) tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,.•
Program repelita 2 (1960-1965) Indonesia mulai berhubungan dengan dunia luar (
ekspor dan impor ), mulai dari pinjaman luar negeri.
2. PEMERINTAHAN ORDE BARU
Tepatnya sejak bulan Maret 1966
Indonesia memasuki pemerintahan Orde baru.Berbeda dengan pemerintahan orde
baru.Berbeda dengan pemerintahan orde lama.Dalam era orde baru ini perhatian
pemerintah lebih di tunjukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat
pembanguna ekonomi dan sosial di tanah air.Sebelum rencana pembangunan lewat
repelita di mulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas
ekonomi, sosial, dan politik serta rehabilitasi ekonomi dalam negeri.Sasaran
dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi,
mengurangi elativ keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan
produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa orde
lama.Adapun kebijakan kebijakannya adalah Repelita 1 ( 1 april 1969- 31 Maret
1974 ) perbedaan repelita pada era orde baru dan orde lama adalah pada era orde
lama rencana pembangunan lima tahunan tersebut di susun oleh DPR dan
perancangan elati/ elativ, seangkan pada era di susun orde rencana pembangunan
lima tahun, di susun oleh DPR, elativ, dosen, masyarakat. Pada repelita 1
menitikberatkan pada elati perekonomian. Repelita 2 ( 1 April 1969- 31 Maret
1974) elativ pembangunan di ubah urutannya menjadi, yang pertama yaitu
pertumbuhan ekonomi, yang kedua pemerataan, dan yang ketiga stabilitas
nasional. Repelita 3 ( 1 April 1969- 31 Maret 1974 ) elativ pembangunan ekonomi
mengalami perubahan yaitu menjadi, yang pertama pemerataan pembangunan dan
hasilnya yang kedua pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan yang ketiga
adalah stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Repelita 4 ( 1 April 1969-
31 Maret 1974 ) muncul kebijakan devaluasi rupiah pada tanggal 12 September
1986 karena banyak produk produk elative yang di gudangkan di luar negeri dan
aliran kas yang masih berkurang. Selain itu muncul juga kebijakan deregulasi,
tanggal 12 Oktober 1987 tentang penyerdehanaan aturan dan tanggal 27 Oktober
1988 tentang deregulasi dan debirokratasi di pangkas. Repelita 5 ( 1 April
1969- 31 Maret 1974 ) muncul kebijakan uang ketat untuk mengatasi inflasi yang
meningkat tajam.
2. PEMERINTAHAN TRANSISI (ERA PRESIDEN B.J. HABIBIE)
Krisis ekonomi mempunyai dampak yang
memprihatinkan terhadap peningkatan pengangguran, baik di perkotaan maupun di
pedesaan., daya beli masyarakat menurun, pendidikan dan kesehatan merosot,
serta jumlah pnduduk miskin bertambah oleh karena itu muncul kebijakan elativ
pengaman sosial yang menyebabkan suatu prestasi yang mengagumkan yakni nilai
tukar rupiah dari 16.000 menjadi 6.000 rupiah.
3. PEMERINTAHAN REFORMASI (ERA PRESIDEN K.H ABDURAHMAN W)
Terjadi banyak keanehan dan tdak
terdapat kebijakan perekonomian, rating kredit elative mengalami fluktuasi,
dari peringkat ke CCC turun menjadi DDD lalu naik kembali ke CCC, salah satu
penyebab utamanya adalah imbas dari krisis moneter pada tahun 1988 yang masih
terbawa hingga pemerintahannya.
C. Sejarah rencana pembangunan Indonesia di era reformasi
Setelah terjadi berbagai goncangan di
tanah air dan dan berbagai tekanan rakyat kepada presiden Soeharto, akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J.
Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan orde baru dan di mulainya
orde reformasi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama elati perbankan pemerintah membentuk badan penyehatan perbankan nasional. Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, serta UU No.8 tahun 1999 tentang perlndungan konsumen.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama elati perbankan pemerintah membentuk badan penyehatan perbankan nasional. Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, serta UU No.8 tahun 1999 tentang perlndungan konsumen.
Selain itu pada masa ini juga elati
kebebasan dalam menyampaikan pendapat, partisipasi masyarakat mulai terangkat,
di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga di berikan kepada
pers. Reformasi dalam pers di lakukan dengan cara permohonan surat izin usaha
penerbitan.
Selain pembangunan nasional pada masa ini juga di tekankan kepada hak daerah dan masyarakatnya dalam menentukan daerahnya masing masing.Sehingga pembangunan daerah sangat di utamakan sebagaimana d cantumkan dalam undang undang no 32/2004, undang undang 33/2004, undang undang 18/2001 untuk memerintah pemerintahan aceh, undang undang 21/2001 untuk papua.Keempat undang undang ini mencerminkan keseriuasan pusat dalam melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah dan rakyat daerah agar daerahny dapat menentukan pembangunan yangs esuai rakyatnya inginkan.
Selain pembangunan nasional pada masa ini juga di tekankan kepada hak daerah dan masyarakatnya dalam menentukan daerahnya masing masing.Sehingga pembangunan daerah sangat di utamakan sebagaimana d cantumkan dalam undang undang no 32/2004, undang undang 33/2004, undang undang 18/2001 untuk memerintah pemerintahan aceh, undang undang 21/2001 untuk papua.Keempat undang undang ini mencerminkan keseriuasan pusat dalam melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah dan rakyat daerah agar daerahny dapat menentukan pembangunan yangs esuai rakyatnya inginkan.
D. Sejarah ekonomi politik pasca reformasi
Kemana arah ekonomi Politik elative
paska reformasi? Perubahan dunia politik juga membawa perubahan pada elat
perhatian pengetahuan apa yang di pandang perlu di ketahui, dikembangkan, dan
diangkat ke elati. Salah stu analisa yang pada masa pemerintahan soeharto
mendapat banyak perhatian adalah analisa ekonomi politik di era orde baru.Pada
masa paska reformasi, analisa ekonomi politik tidak banyak mendapat
perhatian.Pola pola penggunaan kekuasaan dengan menggunakan institusi elati dan
juga institusi dewan perwakilan rakyat.Dengan demikian analisa ekonomi politik
tidak berhenti pada penggunaan yang benar maupun salah dari elat elati,
melainkan melihat bagaimana sumber daya tersebut mempengaruhi atau di pengaruhi
oleh para pelaku di bidang ekonomi. Analisa ekonomi politik tetap pada
pokoknya, yaitu penggunaan kekuasaan yang diambil dari elati untuk mengarahkan
sumber daya elativ tertentu.Tiga elemen dasar dari analisa ekonomi politik
adalah tingkat kohesi para elat yang menggunakan kekuasaan elati, khususnya yang
menggunakan kekuasaan elati, elative t yang dipilih, model hubungan dengan para
elat luar negeri. Bagaimana model ekonomi politik saat ini dan apa akibatnya
?apakah elati politik yang demokratis menghasilkan pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi yang lebih baik? Apakah pelaku ekonomi kerakyatan mendapat dukungan
dana dari elati secara lebih baik ?
Indonesia paska reformasi terjadi gerak positif di lembaga elati untuk memperbaiki beberapa aspek dari governansi untuk mendorong perbaikan iklim usaha. Masa pemerintahan sebelum presiden SBY, gerak ini didorong oleh perhatian berbagai lembaga internasional yang memberikan bantuan teknis dan dana, pada masa SBY, peran donor berkurang, namun gerak ini di lanjutkan beberapa pembantu presiden di bidang ekonomi yang mempunyai kompetensi tinggi. Perbaikan elative t kenegaraan ini di bantu oleh dorongan reformasi yang lebih umum. Akan tetapi perbaikan di bidang governansi ekonomi ini tidak dapat mencegah terjadinya korupsi yang di dorong oleh karakter dari para elit politik.Banyak kasus korupsi di DPR dan kementerian melibatkan pejabat tinggi dan di BUMN yang mengindikasikan keterliban partai partai politik.Kebijakan elati sendiri paska reformasi sering menonjolkan populisme. Sebagian karena dorongan fenomena kemiskinan yang mengharukan elati mengalokasikan dana untuk kebutuhan dasar. Jika di waktu rezim Soeharto, pola ekonomi politik dimana pimpinan elati mempunyai model pembangunan ekonomi tertentu, ekonomi politik “KKN” ternyata masih menghasilkan tumbuhnya pengusaha besar.Hal ini mungkin tisak terjadi dengan pola yang sekarang. Dana yang di selewengkan atau di KKN kan lebih banyak digunakan untuk kemewahan kehidupan pribadi dan kegiatan politik. Orientasi dan kapasitas para politikus sekarang jauh dari kegiatan ekonomi, bahkan jika uang politik ini modal ikutan.
Indonesia paska reformasi terjadi gerak positif di lembaga elati untuk memperbaiki beberapa aspek dari governansi untuk mendorong perbaikan iklim usaha. Masa pemerintahan sebelum presiden SBY, gerak ini didorong oleh perhatian berbagai lembaga internasional yang memberikan bantuan teknis dan dana, pada masa SBY, peran donor berkurang, namun gerak ini di lanjutkan beberapa pembantu presiden di bidang ekonomi yang mempunyai kompetensi tinggi. Perbaikan elative t kenegaraan ini di bantu oleh dorongan reformasi yang lebih umum. Akan tetapi perbaikan di bidang governansi ekonomi ini tidak dapat mencegah terjadinya korupsi yang di dorong oleh karakter dari para elit politik.Banyak kasus korupsi di DPR dan kementerian melibatkan pejabat tinggi dan di BUMN yang mengindikasikan keterliban partai partai politik.Kebijakan elati sendiri paska reformasi sering menonjolkan populisme. Sebagian karena dorongan fenomena kemiskinan yang mengharukan elati mengalokasikan dana untuk kebutuhan dasar. Jika di waktu rezim Soeharto, pola ekonomi politik dimana pimpinan elati mempunyai model pembangunan ekonomi tertentu, ekonomi politik “KKN” ternyata masih menghasilkan tumbuhnya pengusaha besar.Hal ini mungkin tisak terjadi dengan pola yang sekarang. Dana yang di selewengkan atau di KKN kan lebih banyak digunakan untuk kemewahan kehidupan pribadi dan kegiatan politik. Orientasi dan kapasitas para politikus sekarang jauh dari kegiatan ekonomi, bahkan jika uang politik ini modal ikutan.
E. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945
Beberapa hal penting yang tercantum
dalam pasal 33 UUD 1945 dan perlu dijadikan acuan dalam membangun ekonomi
nasional di masa depan, adalah mengenai demokrasi ekonomi yang esensinya
produksi dikerjakan oleh semua pelaku ekonomi, mengutamakan kemakmuran
masyarakat, serta penguasaan elati terhadap cabang-cabang produksi yang
menguasai hajad hidup orang banyak dan penguasaan oleh elati atas bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dalam rangka merealisasikan amanat pasal 33 UUD 1945
tersebut, pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar terhadap usaha
kecil, menengah dan koperasi. Hal ini dianggap penting karena pengalaman
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang hanya mengandalkan
peranan dominan dari unit usaha besar dan kurang mengikutsertakan peranan usaha
menengah, kecil dan koperasi ternyata tidak menghasilkan fondasi ekonomi yang kokoh
dan tidak mengarah kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena
itu untuk membangun kembali perekonomian nasional, perlu dirumuskan kebijakan
ekonomi yang lebih memberikan kesempatan berusaha bagi pengusaha menengah,
kecil dan koperasi tanpa harus menghambat perkembangan unit usaha besar.Upaya
untuk membangun kembali elativ distribusi perdagangan dalam negeri ditempuh
dengan meningkatkan peran usaha kecil, menengah dan koperasi mengalami
peningkatan, baik dalam pengadaan maupun penyaluran bahan baku, bahan pokok dan
bahan kebutuhan masyarakat lainnya. Bagi usaha kecil dan mengengah dialokasikan
kredit dengan tingkat bunga subsidi sekitar 15 persen. Dana tersebut semula
dibiayai bersama antara Bank Indonesia dan bank pelaksana dengan perbandingan
65 dan 35 persen. Tetapi sejak Juni 1998 dana kredit tersebut seluruhnya
berasal dari Bank Indonesia. Sementara itu dalam upaya mendorong elati keuangan
yang sehat dan efisien juga diberikan perhatian khusus kepada Bank Perkreditan
Rakyat yang selama ini telah banyak membiayai usaha kecil. Sebagaimana
diketahui bahwa BPR telah menjangkau usaha kecil sampai ke daerah pedesaan,
sehingga dinilai sangat strategis dalam menggerakkan perekonomian masyarakat
pedesaan melalui pengembangan usaha kecil. Di samping dukungan dana,
keberpihakan pemerintah kepada usaha kecil, menengah dan koperasi juga
diupayakan melalui penyusunan RUU tentang Larangan Praktek Monopoli, yang saat
ini telah disampaikan kepada dan sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Hal ini dianggap penting dan mendesak karena beberapa pertimbangan, antara
lain:
1.
Perlunya
mengarahkan terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD
1945;
2.
Demokrasi
ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga elati untuk
berpartisipasi dalam proses produksi dan distribusi barang dan atau jasa, dalam
iklim usaha yang sehat, efisien dan efektif, sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar
3.
Setiap
orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam aturan persaingan yang
sehat dan wajar.
Persaingan yang sehat dan wajar sangat diperlukan dan perlu ditingkatkan dalam pengembangan dunia usaha, karena : pertama, akan menumbuhkan efisiensi dan menyuburkan inovasi yang merupakan landasan bagi kelangsungan hidup perekonomian dalam era globalisasi dan kedua, dapat memperkuat daya tahan perusahaan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Pemerintah juga telah menetapkan untuk menata kembali penggunaan lahan berskala besar, demi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan memenuhi rasa keadilan. Upaya menghapus praktek-praktek monopoli dan persaingan yang tidak sehat sebenarnyasudah dilakukan dengan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang, antara lain menghilangkan subsidi tersembunyi dan perlakuan-perlakuan khusus kepada perorangan dan kelompok usaha tertentu. Dalam hubungan ini bantuan yang diberikan kepada usaha-usaha kecil, menengah dan koperasi bukanlah dimaksudkan untuk menciptakan persaingan yang tidak sehat ataupun menumbuhkan kembali praktek monopoli, melainkan sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing bagi usaha kecil, menengah dan koperasi yang selama ini masih elative lemah,sehingga akhirnya mereka mampu bersaing secara sehat dengan kelompok lain di masa dating.
Persaingan yang sehat dan wajar sangat diperlukan dan perlu ditingkatkan dalam pengembangan dunia usaha, karena : pertama, akan menumbuhkan efisiensi dan menyuburkan inovasi yang merupakan landasan bagi kelangsungan hidup perekonomian dalam era globalisasi dan kedua, dapat memperkuat daya tahan perusahaan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Pemerintah juga telah menetapkan untuk menata kembali penggunaan lahan berskala besar, demi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan memenuhi rasa keadilan. Upaya menghapus praktek-praktek monopoli dan persaingan yang tidak sehat sebenarnyasudah dilakukan dengan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang, antara lain menghilangkan subsidi tersembunyi dan perlakuan-perlakuan khusus kepada perorangan dan kelompok usaha tertentu. Dalam hubungan ini bantuan yang diberikan kepada usaha-usaha kecil, menengah dan koperasi bukanlah dimaksudkan untuk menciptakan persaingan yang tidak sehat ataupun menumbuhkan kembali praktek monopoli, melainkan sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing bagi usaha kecil, menengah dan koperasi yang selama ini masih elative lemah,sehingga akhirnya mereka mampu bersaing secara sehat dengan kelompok lain di masa dating.
BAB IV
ANALISIS
A. Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan
1. Orde Lama
Masa pemerintahan Soekarno kebijakan
ekonomi pembangunan masih sangat labil, yang didera oleh berbagai persoalan
antaranya pergejolakankan politik yang belum kondusif dan juga system
pemerintahan yang belum baik, sehingga berdampak pada proses pengambilan
kebijakan.
a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan
amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
- Kas negara kosong.
- Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi,
antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan
tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada
pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada
pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat :
sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
b. Masa
Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik
maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian
diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez
faire laissez passer. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ekonomi, antara lain :
- Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
- Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
- Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
c. Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka
Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia
menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan
sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.Tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter
itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.
Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah dan
juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara
Barat.
2. Orde Baru
Pada masa Orde Baru, pemerintah menjalankan kebijakan
yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan
pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga
mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah
jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal
anggaran negara.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan ekonominya
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung
oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut
dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi
Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun,
pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas
ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun
berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi,
tingkat inflasi, harga ekspor minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika. Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran
fundamental ekonomi nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi nasional
tidak didasarkan pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih kearah yang
bersifat mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat
resiko yang tinggi, hingga penerapan dunia swasta dan BUMN yang baik dan
bersih. Oleh karena itu pemerintah selalu dihadapkan pada kritikan yang
menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN tersebut tidaklah realistis sesuai
keadaan yang terjadi.
Format APBN pada masa Orde Baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran.
Penerimaan terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta
pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun
berikutnya. Kebijakan yang disebut tahun fiskal ini diterapkan seseuai dengan
masa panen petani, sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional
memperhatikan petani.
APBN pada masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan
prinsip berimbang, yaitu anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran
pengeluaran sehingga terdap at jumlah
yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan tersebut
sebetulnya sangat tidak mungkin, karena pada masa itu pinjaman luar negeri
selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar negeri inilah yang digunakan pemerintah
untuk menutup anggaran yang defisit.
Ini artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut
ditempatkan pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman
tersebut adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran
di masa yang akan datang. Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan banyak
kritik, karena anggaran defisit negara ditutup dengan pinjaman luar negeri.
Padahal, konsep yang benar adalah pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan
penerimaan pajak dalam negeri. Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat
berimbang. Permasalahannya, pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga
tidak dapat menutup defisit anggaran.
3. Reformasi
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya
pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh
pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan
yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah
stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan
dengan keadaan.
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa
reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada
tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan
ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.
Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di
mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami
masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan
penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
- Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
- Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan
korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali
untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat
kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk
meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur
massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing
dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia
melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini,
maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain
karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil
kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan
terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya
serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah
berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam
negeri masih kurang kondusif.
Pada masa Reformasi ini proses pembangunan nasional
memang sudah demokratis dan sudah memerankan fungsi pemerintah daerah
dalam menjalankan pasipartisi rakyat daerahnya. Dengan peluang otonomi daerah
telah memberikan sumbangsi yang besar terhadap proses percepatan pembangunan
nasional dan juga menjaminnya sistem demokrasi yang merakyat.
C. Sistem Pemerintahan
1. Orde lama
Kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada
politik,semua proyek diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi
Terpimpin, sekularisme.
2. Orde Baru
Kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi
sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik,
demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab,
Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang
menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde
Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru
hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih
menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde
Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini
terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi
yang jelas terhadap Orde Baru.
Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang diharapkan
bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter dengan
kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh faktor
kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat minimal) pada
masa orba terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti pembatasan ruang
gerak pers, pewadahunggalan organisasi profesi, pembatasan partai poltik,
kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah sipil, dll.
3. Reformasi
Pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur
parpol di DPR), pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan,
demokrasi Liberal (neoliberaliseme), tidak jelas apa orientasinya dan mau
dibawa kemana bangsa ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan
yang terus menerus dan menyeluruh dilakukan mulai dari penyusunan suatu
rencana, penyususnan pogram, kegiatan pogram, pengawasan sampai pada pogram
terselesaikan.
Dari penjelasan diatas sebagai arah perjalanan
pembangunan Indonesia, arah tersebut telah menciptakan berbagai
pembaharuan-pembaharuan untuk terus menuju ke kesejahteraan rakyat. Catatan-catatan
diatas ini tidak lain dimaksudkan agar setiap tindakan pembangunan secara
langsung atau tidak lansung dilaksanakan demi meningkatkan kecerdasan dan
kemakmuran rakyat banyak. Khususnya dalam meningkatkan perekonomian Indonesia
yang lebih baik.
Sistem kebijakan pembangunan di Negara Indonesia sudah
menunjukkan perbaikan ke arah yang lebih demokratis ada pasca Reformasi. Paling
tidak ada masa reformasi ini, semua proses pembangunan baik pusat maupun daerah
dituntut supaya harus melibatkan publik dalam proses perencanaan, pelaksanaan
hingga pengawasannya.
Artinya partisipasi aktif masyarakat sipil sangat
diperlukan dalam proses pembangunan negara baik di tingkat pusat maupun daerah
provinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung. Hal ini menuntut kesadaran dan
semangat masyarakat sipil seutuhnya sebagai warga negara dan bangsa Indonesia
yang turut bertanggung jawab dalam proses pembangunan.
Dari Orde Lama hingga era Reformasi pembangunan
Indonesia terus menciptakan suasana yang kondusif, damai, aman, dan sejahtera.
Dari segi birokrasi perubahan periode ke periode selanjutnya semakin menonjol
peran masyarakat dalam pembangunan republik ini.
B. Kritik & Saran
Pergolakan pembangunan Indonesia telah menciptakan
urgensi-urgensi kehidupan yang mendera perekonomian Indonesia, bahkan berbagai
persoalan konflik elit politik terjadi belum bias terealisasikan sampai saat
ini. Persoalan-persoalan ini terjadi tentu berdampak besar pada proses
perencanaan pembangunan kearah yang lebih baik, namun pada penulisan ini perlu
disampaikan bahwa taraf perekonomian Indonesia masih jauh dari yang kita
harapkan, warisan hutang luar negeri masih harus dibayar.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa
harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia bebas dari kemiskinan,
harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk
dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini
harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar